TUGAS ILMU BUDAYA DASAR
2
NAMA KELOMPOK :
1. SABBA SHUKMA (1B115210)
2. RICO ADAM WARNER (1B115176)
3. M. ILHAM SATRIA (1B115160)
TAHAPAN UPACARA PERNIKAHAN BUDAYA BETAWI
Jakarta pernah
mengalami beberapa kali pergantian nama, di masa penjajahan Belanda ia
dinamakan Batavia, kemudian berganti nama menjadi Jayakarta dan sedikit diubah
menjadi Jakarta yang namanya dipakai hingga kini. Menjadi nadi pusat ibukota,
Jakarta yang menginjak hari jadinya yang ke-486, menyimpan sejuta cerita
bagi masyarakat Betawi itu sendiri, maupun para perantau.
Kota Jakarta yang
katanya tanah orang Betawi kian hari masyarakatnya harus menepi, dan berbagi
kepada pendatang. Meski sudah banyak yang hijrah keluar dari tanah Jakarta,
masyarakat Betawi tetap memegang teguh budayanya, terutama budaya pernikahan
Betawi yang akan diulas dalam artikel ini.
Masyarakat Betawi
memiliki ragam tata cara pernikahan dengan karakteristik yang cukup unik.
Dialog spontan, rileks dan terkesan ceplas ceplos menjadi salah satu ciri
khas yang bukan hanya menarik minat untuk diikuti tetapi juga penuh dengan
makna. Berikut kami paparkan beberapa tata cara adat pernikahan yang
masih sering dilakukan oleh masyarakat Betawi.
1.
Ngelamar
Ngelamar atau
melamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga pemuda untuk
menikahkan putranya kepada pihak calon mempelai
wanita. Ngelamar dilakukan oleh beberapa orang utusan yang disertai
dengan membawa sejumlah barang bawaan wajib, antara lain:
·
Sirih Embun; bawaan wajib dalam lamaran yang
berisi daun sirih dilipat bulat dan diikat potongan kertas minyak, sirih yang
telah diisi rempah-rempah, bunga rampai tujuh rupa, serta tembakau yang dihias
dalam berbagai bentuk.
·
Pisang raja dua sisir dibawa di atas nampan yang
dihias dengan kertas warna-warni. Setiap ujungnya ditutup dengan cungkup kertas
minyak berwarna hijau, kuning atau merah. Pisang raja ini harus ada karena
dianggap buah yang tinggi nilainya, sesuai dengan namanya.
·
Roti tawar dibawa di atas nampan dihias dengan
kertas warna-warni.
·
Uang sembah lamaran, hadiah lainnya berupa baju
atau bahan pakaian wanita.
Setelah ngelamar selesai,
acara yang sangat menentukan pun dilanjutkan yakni membicarakan masalah mas
kawin, uang belanja, plangkah (kalau calon pengantin mendahului kakak
kandungnya), dan kekudang (makanan kesukaan calon pengantin wanita).
Pembicaraan dilakukan oleh utusan pihak keluarga wanita dengan utusan pihak
keluarga pria.
Dalam rangkaian
pernikahan adat Betawi, acara ini merupakan unsur yang sangat menentukan.
Apabila tande putus telah disepakati maka dilanjutkan dengan
pembicaraan yang lebih rinci perihal: apa dan berapa banyaknya tande
putus, berapa biaya yang diperlukan untuk keperluan pesta, berapa lama atau
berapa hari pesta itu akan diselenggarakan, berapa jumlah perangkat pakaian
upacara perkawinan dikenakan pengantin perempuan, serta perihal siapa dan
berapa banyak undangan.
2. Bawa Tande Putus
Acara ini bisa
disepadankan dengan bertunangan. Tande putus bisa berupa apa saja,
namun orang Betawi biasanya memberikan tande putus kepada si gadis
berupa cincin belah rotan, uang pesalin sekedarnya, serta aneka rupa kue.
Tande Putus ini
sendiri artinya si gadis atau calon none mantu telah terikat dan tidak dapat
lagi diganggu oleh pihak lain, begitu pula dengan si pemuda atau calon
tuan mantu. Setelah tande putus diserahkan, maka berlanjut dengan
menentukan hari dan tanggal pernikahan.
Menentukan Mahar
atau Mas Kawin Mahar atau mas kawin menjadi pembicaraan pokok. Tempo dulu
dengan mendengar permintaan dari pihak calon none mantu, mak
comblang dan utusan dari keluarga calon tuan mantu akan segera
memahami apa yang diinginkan.
Apabila
pihak calon none mantu mengatakan “none kite minta mate bandeng
seperangkat,” itu adalah kata kiasan yang berarti calon none
mantu menghendaki mas kawin berupa seperangkat perhiasan emas berlian.
Bila pihak calon none mantu menyatakan, “none kite minta mate
kembung seperangkat”, artinya mas kawin yang diminta adalah seperangkat emas
perhiasan bermata intan asli.
Berdasarkan
pembicaraan tentang mas kawin ini pihak pengantin pria harus bisa memperkirakan
berapa jumlah belanja resepsi pernikahan dengan memperhatikan besarnya nilai
mas kawin.
Setelah acara
bawa tande putus, kedua belah pihak mempersiapkan keperluan pelaksanaan
acara akad nikah. Masa ini dimanfaatkan juga untuk memelihara calon none
mantu yang disebut denganpiare calon none penganten dan orang yang
memelihara disebut tukang piare penganten ataudukun penganten.
3. Piare Calon None Penganten
Masa
dipiare yaitu masa calon pengantin wanita (biasa disebut none mantu)
dipelihara oleh tukang piare selama satu bulan. Dimaksudkan untuk
mengontrol kegiatan, kesehatan, dan memelihara kecantikan calon none
mantu menghadapi hari pernikahan. Selain perawatan fisik, juga dilengkapi
program diet dengan pantang makanan tertentu untuk menjaga berat tubuh ideal
calon mempelai wanita, juga disertai minum jamu godok dan jamu air akar secang.
Sekarang ini sulit sekali untuk memelihara calon none mantu selama
satu bulan, sehingga kegiatan ini hanya dilakukan dalam 1-2 hari menjelang
pernikahan.
4. Siraman dan Ditangas
Acara siraman atau mandiin calon
pengantin wanita diadakan sehari sebelum akad nikah dan biasanya diawali dengan
pengajian. Perlengkapan yang perlu disediakan antara lain kembang setaman,
ramuan tambahan berupa daun jeruk purut, pandan wangi, akar wangi, daun
mangkokan, daun sereh dan sebagainya: paso dari tanah, kursi rotan
berlubang-lubang atau kursi kayu yang tengahnya diberi lubang, dan tikar pandan
sebagai penutup saat acara tangas.
Urut-urutan acara
siraman :
1.
Calon pengantin wanita (none mantu) mengenakan
kain sarung dan kebaya tipis. Rambut dikonde sederhana dan ditutup kerudung
tipis untuk menahan bunga dari air siraman.
2.
Calon pengantin wanita mohon doa restu kepada
kedua orang tua untuk melaksanakan upacara mandi, kemudian digandeng ke tempat
siraman diiringi Shalawatan Badar.
3.
Calon pengantin wanita duduk di kursi yang
berlubang.
4.
Calon pengantin wanita dimandikan
oleh tukang piare dengan air kembang setaman (7 rupa),
sambil tukang piare membaca Shalawat dan Dzikir. Bila ada permintaan
dari keluarga, maka orang tua ikut memandikan.
Setelah acara
siraman, calon pengantin wanita menjalani
upacara tanggas atau kum (semacam mandi uap) untuk
membersihkan bekas-bekas lulur yang masih tertinggal di pori-pori kulit. Perawatan
ini dimaksudkan untuk menghaluskan dan mengharumkan kulit tubuh sekaligus
mengurangi keringat pada hari pernikahan.
5.
Ngerik
dan Potong Centung
Berlangsung di
dalam kamar calon mempelai wanita. Adapun perlengkapan yang perlu disediakan
yakni kain putih ukuran dua meter untuk alas, kembang setaman, air putih dalam
cawan dengan sekuntum bunga mawar atau lainnya untuk tempat gunting, pedupaan
dan setanggi/gaharu, alat cukur, dua keping uang logam untuk batas centung
(satu kali lipatan) dan untuk batasan mencukur anak rambut, serta tempat sirih
lengkap dengan isinya.
Ngerik bertujuan
membersihkan bulu-bulu kalong calon pengantin wanita yang tumbuh di sekitar
kening, pelipis, tengkuk dan leher. Setelah itu tukang
piare membuatkan centung (potongan centung) pada rambut di kedua
sisi pipi dengan menggunakan uang logam untuk menjepitnya, agar pengantin
selalu mendapat keberkahan dan keselamatan.
6.
Malam
Pacar
Inilah malam yang
cukup meriah, karena dihadiri para kerabat dekat serta teman-teman dekat calon
pengantin wanita. Ritual ini hampir serupa dengan malam bainai dalam
adat Padang ataumalam midodareni dalam adat Jawa. Ritual pemakaian pacar
dilakukan oleh tukang piare dan keluarga serta teman dekat calon
pengantin wanita.
Perlengkapan
ritual malam pacar adalah daun pacar secukupnya, bakul berisi beras, bumbu
dapur, pisang raja, garam, kapur sirih, bumbu sirih; kue basah khas Betawi
secukupnya, serta bantal diberi alas daun pisang yang diukir untuk alas tangan.
Ritual pemberian pacar dipandu oleh tukang piare, dimulai oleh ibu calon
mempelai wanita, dilanjutkan oleh para sesepuh serta kerabat dan sahabat dekat.
Biasanya calon mempelai wanita didandani dengan busana dan tata rias ala None,
yakni riasan tipis dan berbusana kebaya encim.
7.
Ngerudat
(Mengiringi/Ngarak Calon Pengantin Pria)
Merupakan prosesi
iring-iringan rombongan calon mempelai pria menuju ke kediaman calon pengantin
wanita, berlangsung menjelang upacara akad nikah. Keberangkatan rombongan ini
disebut rudat yang artinya mengiringi calon tuan
mantu menuju rumah calon none mantu untuk melaksakan pernikahan.
Rombongan membawa
perlengkapan dan barang seserahan kepada calon mempelai wanita. Adapun ragam
jenis barang bawaan adalah sebagai berikut:
Bahan Seserahan
·
Sirih nanas lamaran dan sirih nanas
hiasan, ungkapan rasa gembira pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga
perempuan karena telah menerima lamaran.
·
Mahar atau mas kawin, ketika dibawa diapit
oleh sirih nanas lamaran.
·
Miniatur masjid yang berisi sejumlah uang
belanja sesuai pembicaraan.
·
Sepasang roti buaya, yang perempuan menggendong
buaya kecil di punggungnya, sebagai lambang berakhirnya masa lajang. Menurut
pengertian orang Betawi, buaya adalah sejenis satwa yang ulet, panjang umur,
kuat, sabar dan setia.
·
Kekudang yaitu makanan yang disukai oleh
calon pengantin wanita sejak kecil sampai dewasa.
·
Kue penganten, biasanya kue kembang (tart) yang
dihias.
·
Pesalin atau hadiah lengkap berupa
seperangkat pakaian wanita, kain, selop, dan alat kecantikan
·
Shie berupa kotak kayu segi empat dengan
ukiran gaya Cina berisi sayuran.
·
Beberapa nampan kue khas Betawi (dodol, wajik,
geplok, tape uli, kue lapis dll)
·
Satu perangkat idam-idaman yaitu buah-buahan
yang ditempatkan dalam wadah berbentuk perahu sebagai lambang kesiapan pasangan
pengantin mengarungi bahtera kehidupan.
Rombongan rudat terdiri
dari :
1.
Dua orang lelaki setengah baya berbaju Jas
Kain Serebet yang bertugas sebagai juru bicare.
2.
Dua orang jago sebagai pengawal calon tuan
mantu berpakaian pangsi.
3.
Calon tuan mantu berpakaian Jas Kain
Serebet diapit paman dari pihak babe dan enyak.
4.
Rombongan rebana ketimpring atau rebana ngarak.
5.
Tiga orang pemuda memakai
pakaian sadarie membawa sirih nanas lamaran, mahar
dan sirih nanas hiasan.
6.
Tiga orang pemuda membawa miniatur
masjid, kekudang, dan kue susun pengantin.
7.
Beberapa pemuda membawa roti buaya, shie,
pesalin, idam-idaman dan sebagainya.
Suasana meriah
menyertai kehadiran rombongan, karena petasan pun dipasang sebagai tanda bahwa
rombongan hampir tiba. Pihak calon none mantu akan membalas
membunyikan petasan sebagai informasi segala sesuatu sudah siap. Sebuah
komunikasi jaman dahulu yang masih tetap dilestarikan.
8.
Akad Nikah
Biasanya
dilaksanakan hari Jumat setelah Shalat Jumat di kediaman calon pengantin
wanita. Saat pelaksanaan akad nikah, calon pengantin wanita mohon izin kepada
ayahnya untuk berumah tangga dan minta dinikahkan. Ayah calon pengantin wanita
akan menikahkan anaknya, atau meminta penghulu untuk mewakilkan. Selama
pelaksanaan akad nikah calon mempelai wanita menunggu di dalam kamar.
9.
Acara Kebesaran
Inilah acara yang
ditunggu-tunggu, karena melibatkan banyak kerabat kedua belah pihak. Mempelai
wanita didahului dua gadis kecil memasuki ruangan menuju puade/pelaminan di
dampingi kedua orang tua; diiringi lagu Sirih Kuning. Menyusul kemudian ritual
acara kebesaran adalah:
a)
Buka Palang Pintu
Pengantin pria
harus lolos ujian membuka palang pintu untuk menemui tambatan hati.
Rombongan mempelai pria di depan pintu dihadang oleh wakil pihak mempelai
wanita. Prosesi diawali saling berbalas pantun, dilanjutkan atraksi silat
antara jago dari pihak mempelai wanita dengan jago dari mempelai pria, dimana
jago mempelai pria harus mengalahkan jago mempelai wanita. Lalu
pembacaan sike yaitu shalawat kepada Nabi Muhammad.
Acara buka palang
pintu seharusnya dilakukan sebelum akad nikah, tetapi kini lebih sering
dilangsungkan pada saat resepsi, agar bisa disaksikan oleh lebih banyak orang
dan hanya bersifat simbolis.
b)
Di Puade
Setelah kedua
mempelai duduk di puade, tukang rias membuka roban tipis yang menutupi
kepala mempelai wanita. Selanjutnya, mempelai pria memberi sirih
dare kepada mempelai wanita sebagai lambang cinta kasih. Biasanya di dalam
rangkaian sirih diselipkan uang sebagai uang sembe. Lalu mempelai pria
membuka cadar mempelai wanita, dilanjutkan acara sembah dan cium tangan
mempelai wanita kepada mempelai pria, lalu kedua mempelai menyembah kepada
kedua pihak orang tua. Acara terakhir adalah suapan nasi kuning sebagai suapan
terakhir orang tua kepada putra putrinya.